Bukhari (Kaos Merah) dan Abangnya, Sayuti sedang menunjukkan surat AJB tanah yang dibangun kandang serta hasil putusan Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon. Foto: KabarSATU.info |
Ia membawa nama harum bagi kecamatannya terkhusus untuk gampongnya sendiri. Namun, hal itu sepertinya tiada arti bagi pemerintah.
Sebab, kandang untuk usaha ribuan bebek yang dibangunnya itu ludes diduga dibakar oleh oknum pemimpin gampong setempat.
Tanah itu, diduga dibakar karena akan dibangun mega proyek 'jembatan Pange' yang menghubungkan Gampong Teupin Keube, Kecamatan Matangkuli dengan Gampog Rayeuk Page, Kecamatan Pirak Timur.
Memanglah nasib menjadi Rakyat Ubiet (rakyat kecil_red). Hidupnya selalu diperlakukan Ubiet....
Menurut pengakuan Bukhari kepada KabarSATU.info, kandang bebek yang ia bangun di atas lahan seluas 22 x 25 M2 tersebut disewanya dari pemilik lahan atas nama T. Syahdan. Dua tahun berjalan, si pemilik lahan menawarkan untuk membeli seharga Rp 25 juta. Tanpa fikir panjang, Bukhari pun kemudian menyanggupinya. Kemudian Bukhari mengurus surat Akta Jual Beli (AJB) atas tanah itu pada tahun 2012.
Seiring perjalanan waktu, ternak bebek petelurnya berkembang pesat hingga dirinya kualahan menerima orderan dari konsumen.
Kemudian, pada tahun 2016, datang serombongan Keuchik (Kepala Desa) beserta Muspika setempat mendatangi Bukhari dengan menyampaikan bahwa dirinya harus segera memindahkan usahanya ke tempat lain, karena lahan tersebut akan dibangun sebuah jembatan plat beton yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh.
Namun, Bukhari tak langsung mengiyakannya kalau tanpa dibayar ganti rugi. Dirinya mengatakan siap memindahkan usahanya yang dirintis dari nol itu jika pemerintah mau menggantinya seharga tanah yang ia beli Rp 25 juta beserta biaya pembangunan kandang.
"Bukan saya tidak mendukung program pemerintah untuk membangun jembatan. Jembatan itu sangat penting. Tapi, pemerintah juga harus lebih bijak mengambil keputusan karena tanah itu saya beli dan kandang bebek itu saya bangun juga pakai biaya yang tidak sedikit pula," ujar Bukhari.
Namun, musyawarah demi musyawarah yang digelar oleh Muspika tidak berpihak kepada Bukhari. Pemerintah bersikeras hanya mau mengganti rugi tanahnya saja seharga yang ia beli dari T. Syahdan dengan alasan tanah itu bukan miliknya tapi adalah milik Exxonmobil sekarang berganti nama PT. PHE (Pertamina Hulu Energi).
"Ambil saja uangnya di sungai kalau tidak mau uang ganti rugi 25 juta," kata Bukhari menirukan ucapan salah seorang petinggi di kecamatan itu.
Menurut Bukhari, pahit getir perjalanan dalam mengembangkan usahanya itu. Sedikit demi sedikit ia kumpulkan recehan rupiah untuk membangun usaha ternak bebek petelurnya itu agar sukses. Berkat keberhasilannya itu, tak jarang dirinya mendapat undangan untuk menjadi pembicara dalam pelatihan ternak bebek yang dilaksanakan oleh dinas terkait baik mulai dari tingkat Kabupaten, Provinsi bahkan hingga di tingkat nasional.
Namun, apa yang didapatnya. Jangankan diberi hadiah ataupun penghargaan, ucapan tanda terimakasih dari bibir pemerintah pun tak ia peroleh. Justru yang terjadi kandangnya dibakar sehingga ia mengalami kerugian yang besar hingga ratusan juta rupiah.
Tak terima usahanya dikriminalisasi, ia pun memberanikan diri untuk mengadukannya ke pihak kepolisian. Namun, diungkapkan Bukhari, aduannya itu sejak tahun 2016 sampai sekarang bak ditelan bumi.
Nasib ya nasib, sedih memang jadi Rakyat Ubiet yang selalu diperlakukan Ubiet....
Upaya hukum Bukhari tak memupus. Kesana kemari dirinya mengiba pertolongan kepada yang empunya hukum. Doa dan bermunajat kepada Allah tak bosan bosannya terus ia panjatkan agar segera mendapat jalan keluar terkait musibah yang dialaminya.
Walhasil, doanya didengar oleh Allah. Ia dipertemukan dengan seorang pengacara yang siap memberi bantuan hukum secara gratis untuk menghadapi perlakuan oknum tergugat Keuchik Teupin Keube, Camat cq Bupati Aceh Utara.
Singkat cerita, pihak Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon dengan nomor. 11/Pdt.G/2017/PN Lsk memenangkan penggugat. Dalam amar putusanya tanah itu sah milik Bukhari. Dan pihak tergugat harus membayar ganti rugi materil senilai Rp536.700.000 (Lima Ratus Tiga Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah) dan in materil sebesar 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah).
Ironisnya, berdasarkan pengakuan Bukhari bahwa sampai sekarang ini pihak tergugat belum juga mengganti rugi kandangnya yang hangus dibakar itu.
"Saya berharap kepada pemerintah segera membayar ganti rugi sesuai
yang dijanjikan yaitu jika saya menang gugatan, pemerintah akan mengganti rugi sebesar dua kali lipat sesuai harga tanah dan kandang," pinta Bukhari.
Selain bangunan di Gampong Teupin Keube, Kecamatan Matangkuli, dirinya juga berharap agar pemerintah juga jangan mengganggu lahan miliknya yang berada di Gampong Rayeuk Pange, Pirak Timur.***