Ist |
Dilaporkan dari Middle East Eye, 9 November 2018, larangan ini mulai berlaku sejak 12 September 2018, setelah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan baru yang melarang mengeluarkan visa Haji dan Umrah bagi warga Palestina di Yordania, Lebanon, Yerusalem timur dan Israel, yang sebelumnya diperbolehkan Haji atau Umrah dengan menggunakan paspor sementara.
Kebijakan ini akan berdampak pada 2,94 juta warga Palestina di seluruh wilayah tersebut.
Kebijakan baru Arab Saudi adalah kesepakatan bersama Israel baru-baru ini. Middle East Eye (MEE) mendapat informasi dari sumber Yordania yang mengetahui urusan diplomatik Yordania bahwa kebijakan ini adalah salah satu bagian kesepakatan Israel dan Arab Saudi untuk menghapus status kewarganegaraan Palestina dan hak pengungsi Palestina untuk kembali ke negara asal.
"Arab Saudi menekan Yordania agar menaturalisasi pengungsi Palestina di Yordania, Yerusalem Timur dan Palestina di Israel. Desakan naturalisasi juga terjadi di Lebanon. Kemudian, Anda tidak akan memiliki masalah dengan pengungsi Palestina lagi," kata sumber tersebut.
"Ini adalah bagian kesepakatan antara Israel dan Arab Saudi. Tetapi Yordania menolak naturalisasi warga Palestina," lanjut sumber.
Kesepakatan ini juga dikonfrimasi media Israel Haaretz. Haaretz melaporkan, seperti dikutip dari Express.co.uk, bahwa Arab Saudi mengubah kebijakan soal paspor untuk Haji dan Umrah Palestina.
Saat ini terdapat sekitar satu juta lebih Muslim Israel yang membentuk 17 persen populasi Palestina.
Komite Haji dan Umrah Israel mengatakan kepada Haaretz bahwa mereka kini tidak bisa lagi pergi Haji pada Desember.
"Kami tidak memiliki penjelasan atas apa yang terjadi, jadi kami mengajukan banding ke setiap bantuan yang memungkinkan, tetapi kami sangat menyesal bahwa ibadah yang seharusnya dilakukan pada Desember, yang mana ribuan orang telah mendaftar, tidak akan diselenggarakan," kata ketua komite Salim Shalata.
Haaretz juga melaporkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman terlibat pembicaraan rahasia dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di Amman, Yordania.
Pada November 2017, Netanyahu mengungkapkan bahwa Israel telah menghubungi pejabat Saudi. Kedekatan keduanya muncul setelah khawatir atas pengaruh Iran di Timur Tengah.
Selain kebijakan larangan Haji dan Umrah Palestina, Arab Saudi dan Israel diduga telah meneken kerja sama senjata senilai U$ 250 juta atau Rp 3,6 triliun, termasuk peralatan mata-mata dan sistem pertahanan udara Israel Iron Dome.
Sumber: Tempo